PENYESALAN YANG TIDAK PERLU

PENYESALAN YANG TIDAK PERLU
Awalilah setiap pekerjaan 
dengan perencanaan yang baik, 
karena gagal dalam merencanakan 
sama dengan merencanakan kegagalan.
~Abdullah Gymnastiar~
 
Pernahkah mengalami sesuatu yang batal dilakukan, hanya karena kelemahan sendiri? Padahal, semua sudah dipersiapkan matang-matang. Namun, ketika saatnya tiba, kita malah terlupa atau tertidur tanpa sengaja. Sedangkan, ada target yang ingin kita capai. Sehingga dengan batalnya sesuatu itu dikerjakan, berarti akan mengganggu target dan apresiasi apa pun yang mungkin dianugerahkan. Aku pernah beberapa kali mengalaminya. Yang terkini, baru saja kemarin terjadi.
Di kuliah IIP yang sedang aku ikuti, selalu diiringi dengan pemberian tantangan yang harus dikerjakan dan dilaporkan setiap hari, minimal selama 10 hari berturut-turut. Tiap kali berhasil melaksanakan tantangan, fasilitator kami akan memberikan badge sebagai apresiasi atas kesungguhan peserta mengerjakan semua tugas yang diinstruksikan. Dan setiap tingkatan tugas yang berbeda, maka berlainan pula jenis penghargaan yang dianugerahkan.
Kali ini ada peningkatan level dalam pengerjaan tugas. Bila berhasil mengerjakan selama 10 hari berturut-turut tanpa jeda, maka peserta berhak memakai badge You’re excellent Dan bila mampu melanjutkan sampai masa penugasan berakhir – juga tiada hari yang terlewat, maka peserta punya hak untuk mendapatkan badge tambahan dengan kalimat Outstanding Performance. Memang cukup menantang. Dan aku bertekad mendapatkan semuanya.
Jadi, tentu saja aku telah mempersiapkan segala yang aku perlukan. Tugas sudah didiskusikan bersama keluarga. Cerita juga sudah dirancang akan seperti apa tampilannya. Namun, ketika seharusnya cerita aku posting hari itu juga, karena tertidur dan tidak terbangun saat seharusnya, tugas aku posting beberapa menit lewat tengah malam. Yang berarti sudah lewat tanggal.
Sedih memang, dan sepertinya penghargaan yang menjadi penyemangat, akan batal kudapatkan. Dan untuk beberapa saat, menimbulkan kekecewaan terhadap diriku sendiri.
Namun, kemudian aku mencoba berdamai. Karena kealpaan yang terjadi, bukan semata-mata kelalaianku. Dan saat itu, memang sudah kupasrahkan, apa pun itu hasilnya hanya kepada Sang Pemilik Takdir. Sehingga ketika semua sebab akibat sudah terbuka di hadapanku, pada akhirnya aku memang harus menerimanya.
Akhirnya, setelah pertentangan dalam hati mampu kuatasi. Meski tetap kecewa, kutanamkan dalam ingatan, bahwa semua yang terjadi sebenarnya, selalu ada campur tangan Allah di dalamnya. Dan sebagai hamba yang mawas diri. Tak ada yang perlu aku sesali. Karena apa pun yang aku terima, pasti merupakan anugerah Tuhan terbaik buatku. Jadi, nikmat Tuhan yang  mana lagi yang aku abaikan…?
Majalengka, 20 Maret 2017

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Leave a Reply