Hari #17 : Memahami Jiwa Kreatif Anak-Anak

Hari #17 : Memahami Jiwa Kreatif Anak-Anak

Anak-anak terlahir sebagai jiwa yang kreatif. Kita saja sebagai orang tua yang harus memahami dan berusaha ikut menjadi kreatif

~ Alifadha Pradana ~

 

Hari ini libur akhir pekan buatku dan suami. Sementara Adha tetap masuk sekolah meski setengah hari. Biasanya di Sabtu yang tenang seperti ini, aku mengisinya dengan menyelesaikan jahitan atau belajar craft. Tetapi kali ini, selama seminggu terakhir ini, aku sedang ingin membaca buku. Banyak buku yang sebelumnya cuma aku tumpuk dan simpan di perpustakaan pribadi keluarga kami.

Membaca sebenarnya merupakan refreshing sekaligus entertainment buatku. Sungguh! Karena dengan membaca – aku tidak pernah membatasi buku yang boleh aku baca, aku memperoleh pengetahuan, informasi (yang berguna sebagai data untuk tulisanku) sekaligus hiburan. Dan meskipun mungkin aku menangis akibat larut dengan cerita yang aku baca, itu tetap hiburan. Karena tangisan itu bukan kesedihan atas derita hidupku, melainkan hanya bukti bahwa penulisnya sukses mempengaruhi pembaca. Ya, membaca memang cara mengisi waktu paling kreatif menurutku.

Namun, putra keduaku yang sekarang menjadi anak semata wayang kami, tidak terlalu suka membaca. Mungkin ini kesalahan kami saat memberi konsep awal tentang membaca. Padahal kami sebagai orang tuanya, sangat gemar membaca. Tapi sudahlah, meskipun tidak segemar yang aku inginkan, Adha tetap mau membaca sesuatu yang memang ingin dibacanya.

Hari ini, sesuai kesepakatan yang kami buat, adalah waktunya Adha boleh menggunakan laptop atau hape. Dua hari di akhir pekan adalah jatah waktu yang kami sediakan untuknya mengeksplorasi dunia internet – tetap dengan aturan tidak boleh mengunjungi situs-situs yang tidak baik. Boleh jadi banyak orang akan menganggap, bisa saja anak kami itu melanggar syarat. Tetapi kami mempercayainya. Itu saja kuncinya.

Lewat keterampilan berselancar inilah aku benar-benar memahami jiwa kreatif anak-anak. Bahkan meskipun mereka tidak memahami bahasa pengantarnya, anak-anak akan dengan mudah menggunakan aplikasi apa pun. Berbeda dengan kita, para orang dewasa.

Sejak kami mengenalkan internet pada anak-anak, sejak itu lah kami, khususnya aku, belajar memahami jiwa kreatif anak-anak. Aku malah diajari oleh Alif – anak pertama kami yang telah tiada, dalam menggunakan beberapa aplikasi yang sebelumnya tidak kukuasai.

Kreativitas Adha dalam memanfaatkan internet, berbeda dengan kakaknya. Dia lebih memilih menguasai game yang disukainya untuk mempelajari teknik-teknik pemrograman. Juga pembelajaran upload video. Karena memahami kesukaannya itu lah, aku pernah menawarkan kursus singkat pemrograman buat Adha. Tapi, mungkin karena tidak tertarik dengan sistem pembelajarannya yang agak serius, putra kami itu menolaknya dan menunda sampai dia memang membutuhkannya.

Hari ini, Adha mengajukan permintaan serius tentang kuota Internet. Juga perangkat-perangkat yang membantunya berselancar. Memang sejak beberapa minggu ini, WiFi di rumah kami bermasalah. Sehingga untuk melakukan semua aktivitas yang disukainya tadi, kadang dia memakai WiFi dari tabletku. Dan itu jelas tidak senyaman menggunakan WiFi di rumah.

Jadinya, hari ini aku memanggil teknisi untuk memperbaiki instalasi WiFi di rumah kami.

Dan begitu lah, setelah semua beres, dia dengan gembira tenggelam bersama laptop dan hapenya menjelajah internet, dengan sesekali aku mendatangi untuk mengawasi.

Itulah aktivitas kami, di akhir pekan ini.

 

Gambar : Dokumen Pribadi

 

Sumber Referensi :

📚  Program pembelajaran institut ibu profesional

📚  Kumpulan pengalaman pribadi

 

#tantangan10hari
#level9
#kuliahbunsayiip
#thinkcreative

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Leave a Reply