Semua anak adalah Bintang
Yang bersinar sesuai cahayanya masing-masing. Tugas orang tua lah, menemukan jenis cahaya yang dimiliki anaknya.
Sehingga akan bisa menyinari sekelilingnya.
~ Alifadha Pradana ~
Hari pertama tantangan 10 hari pengamatan mengembangkan potensi anak, ada sedikit kebingungan mengenai cara, proses dan hasilnya nanti. Tapi, seperti pada tantangan-tantangan sebelumnya, biasanya akan mengalir begitu saja, seperti sungai menuju muaranya. Dan semoga, kali ini pun seperti itu juga.
Hari libur kemerdekaan Republik Indonesia, biasanya di tempat kami ada perlombaan untuk merayakannya. Tetapi, sepertinya kali ini hanya akan dirayakan dengan menyelenggarakan jalan santai, yang saya sendiri lupa kapan pelaksanaannya. 😃
Pagi tadi, bapaknya anak-anak, sudah berangkat memenuhi janji membelikan Adha peuyeum singkong atau tapai sebutan dalam Bahasa Indonesia. Juga mengunjungi sahabatnya sekaligus konsultasi berbagai hal. Sementara saya, entah kenapa, sejak malam terkena kolik lagi. Jadi, terpaksa hanya berbaring di tempat tidur. Sepertinya, saya harus lebih berhati-hati lagi menjaga pola makan.
Sejak pagi, Adha sudah minta izin untuk pergi bersama teman-temannya, ke garasi bis metropolitan yang terletak agak jauh dari tempat tinggal kami. Kurang lebih setengah jam perjalanan menggunakan elf, untuk sampai ke sana. Sebenarnya, saya masih agak berat melepas anak semata wayang itu bepergian tanpa kami orang tuanya. Tetapi, saya selalu sadar, itu sama saja membunuh perkembangan kemandirian anak sendiri. Saya memang masih harus terus belajar, untuk berdamai dengan trauma atas kepergian putra sulung. Dan, meskipun kematiannya terjadi saat dia hanya bersama teman-temannya, tidak seharusnya saya menganggap hal yang sama akan terjadi pada Adha. Karena setiap orang, termasuk saya, sudah memiliki takdir kematian sendiri-sendiri. Kembali ke permintaan izin Adha untuk bersilaturahmi ke garasi metro, saya menjawabnya untuk menunggu ayahnya pulang.
Jadi ketika Mas Zen pulang, anak kedua yang kini menjadi anak tunggal kami itu, langsung menodongnya dengan permohonan izin. Bapaknya tidak langsung menjawab, apalagi begitu saja mengizinkan. Sementara menunggu, saya suruh Adha sarapan dulu.
Akhirnya, suami mengizinkan anak kami untuk melakukan aktivitasnya itu. Aktivitas yang memang masih selalu membuatnya berbinar-binar. Mungkin ada beberapa orang yang sedikit mencibir terhadap kegiatan seperti itu. Memang, kalau hanya untuk sekedar menawar klakson telolet dan merekamnya, sepertinya pekerjaan yang sia-sia. Tetapi, saya berusaha melihatnya dalam bingkai besar secara keseluruhan.
Pertama, dia harus memberanikan diri, melakukan perjalanan yang cukup jauh, tanpa pendampingan orang tua, dengan menggunakan kendaraan umum yang terkadang membuat gentar. Juga melatih mentalnya untuk berinteraksi dengan banyak orang, khususnya orang dewasa.
Kedua, dengan mengunjungi garasi bis metropolitan, Adha juga mengembangkan keterampilan bertamu dan bersikap sopan saat berkunjung ke wilayah orang lain. Juga, untuk mengajukan beberapa pertanyaan tentang bis yang menjadi perhatiannya. Dan saya sudah memesan pertanyaan tentang proses perawatan bis, transaksi untuk pemesanan armada bis dan pengelolaan sumber daya di sana. Memang bukan pertanyaan ringan. Tetapi kalau dia bisa memperoleh jawabannya – dan itu patut diapresiasi, bisa menjadi bekalnya jika nanti ingin berkecimpung di bidang otomotif. Memang pemikiran yang masih jauh ke depan. Selain itu, saya juga memesan foto-foto saat dia di sana. Dan inilah sebagian di antaranya…
Ketika pulang, saya menanyakan tentang jawaban atas pertanyaan yang tadi diajukan
“Gimana, Mas? Mamas jadi mengajukan pertanyaan-pertanyaan pesanan Mama?” Tanya saya antusias.
Ga ada orang, Ma. Ga tau pada ke mana? Ikut tujuh belasan meureun.” Adha menjawab dengan sedikit sedih. “Mamas juga ga boleh nawar telolet kok.” Naik ke busnya sih boleh. Tapi ga boleh ngebunyiin teloletnya.” Lanjutnya lagi.
“Oh, gitu? Ya udah, nanti-nanti lagi aja ditanyainnya.” Saran saya akhirnya.
Hmmm… Sepertinya bisa menjadi salah satu Family Project kami nih. Adha bisa memuaskan kesenangannya akan musik telolet. Sementara saya bisa memadukannya dengan informasi tentang bisnis dan pengelolaan bis nya. Yang mungkin bisa menjadi alternatif usaha untuk Putra kami itu di masa depan. Selain itu, musik telolet yang direkam Adha juga bisa diaransemen ulang dengan teknik lebih canggih, yang kemudian bisa diupload ke youtube untuk dijadikan sumber pendapatan pay per click.
#Tantangan10Hari
#Level7
#KuliahBunsayIIP
#BintangKeluarga
No Responses