Ada saatnya, ketika semua yang kita lakukan seperti menemukan jalan buntu.
Atau, pikiran penuh dengan hal-hal yang tidak seharusnya penting untuk menyibukkan kita.
Atau juga, setiap urusan menjadi tidak berpengharapan selesai pada waktunya.
Mungkin, itu saatnya buat menarik napas panjang dan menyingkir sejenak dari semua kesibukan, agar bisa menyusun langkah dan memikirkan penyelesaian terbaik untuk semuanya.
Seperti ulat yang berlindung dalam kepompongnya, demi berproses menjadi kupu-kupu yang indah. Semua memang butuh waktu dan kesempatan.
Tapi, akan sia-sia adanya, jika saat jeda, tidak dijadikan sebagai masa untuk melihat kembali setiap rencana, aktivitas dan pencapaian yang sudah dilakukan serta menjadikannya sebagai langkah awal, untuk kembali maju dan berkarya. Karena Jeda adalah juga saat di mana kita bisa menggunakan setiap indera untuk mengevaluasi perjalanan hidup yang dilalui demi menyiapkan masa depan yang semoga lebih baik.
~ Alifadha Pradana ~
Sebenarnya barusan kalimat di atas, bukan quote, melainkan penggalan puisi yang pernah Saya posting di dinding Facebook lebih dari dua tahun lalu. Tak sangka sama sekali, ternyata persis sama dengan yang sedang Kita lakukan sekarang ya?
Hari ini memasuki hari kelima tantangan 30 hari. Hari Sabtu, seperti biasa merupakan Hari libur buat Saya. Tapi tidak untuk kali ini.
Hari ini memang Saya tidak wajib masuk kerja. Tapi, sejak pagi chat dari berbagai grup WA berseliweran masuk tiada henti. Untung saja, notifikasinya di-setting silent. Kalau tidak, mungkin setiap beberapa detik Android Saya berbunyi menandakan ada chat masuk.
Pusing? Atau malah crowded?
Begitulah yang sedang Saya rasakan sekarang. Dengan tumpukan tugas yang menjadi tanggung jawab harian Saya, ditambah beban tugas membuat evaluasi satu seksi (bukan hanya program) sekarang ada kejadian pandemi ini. Makin menambah overload dalam kepala.
Menyerah? Ngga juga sih.
Namun, sejujurnya Saya butuh jeda. Untuk mengambil nafas, merenungi kejadian beberapa Minggu terakhir ini, yang rasanya agak mengganggu kewarasan Saya.
Jadi, ini lah kondisi tantangan 30 Hari Saya kali ini. Saat Saya memutuskan jeda sehari ini. Hanya untuk mengumpulkan energi, supaya bisa full kembali untuk bangkit dan mengurus tanggung jawab lagi.
1. Tantangan Konsistensi Manajemen Waktu
Kali ini Saya harus tega memberi diri sendiri badge need improvement. Karena toh Saya melupakan semua jadwal yang seharusnya Saya lakukan hari ini, yaitu menyelesaikan proyek sewing, menjahit baju seragam kantor yang sudah berbulan-bulan lalu dipotong. Termasuk membuat masker yang nantinya akan Saya serahkan kepada tim siaga regional IPCR.Tapi semuanya tidak Saya lakukan. Bukan karena rasa malas. Melainkan rasanya seperti helpless mendadak.
Bagaimana tidak? Beberapa hari terakhir ini, terus menerus masuk ke telinga Saya, informasi tentang kedatangan warga lokal yang sebelumnya merantau di daerah lain. Biasanya, informasi seperti tidak akan berdampak apa-apa. Karena memang sudah biasa, setiap menjelang Ramadhan, banyak warga Majalengka yang mudik untuk berpuasa dan merayakan lebaran bersama keluarganya.
Tapi tidak kali ini.
Dalam kondisi pandemi seperti ini, kedatangan siapa pun, apalagi dari daerah zona merah maupun area dengan transmisi lokal, akan meningkatkan risiko penularan di sini, jika tidak segera diantisipasi dengan benar. Dan itu bukan pekerjaan sepele. Karena butuh koordinasi lintas sektor dan lintas level untuk mencegah risiko tadi.
Lalu, kenapa Saya bingung?
Sebab, sebagai seorang epidemiolog, menjadi tugas Saya lah melakukan penyelidikan epidemiologi kepada para pendatang tadi, untuk mengukur risiko yang mungkin ada.
Tapi, kan tidak bekerja sendiri?
Memang. Namun, bisakah teman-teman bayangkan risiko yang Saya hadapi, jika harus melakukan PE secara fisik dan menemui mereka satu persatu? Iya. Risiko penularan. Jadi, sepertinya wajar saja jika Saya merasa ngeri sejenak memikirkan hal ini. Malah, sebenarnya patut dipertanyakan kalau Saya santai saja menerimanya. Karena artinya, Saya tidak serius menangani soal ini.
Jadi, meskipun badge Saya hari ini need improvement dalam manajemen waktu, Saya merasa lega. Karena sudah melakukan jeda untuk menyiapkan diri menghadapi risiko tugas di esok hari. Dan dengan memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin, Saya berharap tugas dapat dipenuhi dengan baik dan tujuan kewaspadaan dini dapat tercapai. Aamiin…
2. Tantangan Komunikasi Produktif
Tidak seperti tantangan Manajemen Waktu, proses menjalani tantangan komunikasi produktif, berjalan dengan lancar. Saya makin mudah memasang telinga dan mendengarkan baik-baik setiap pembicaraan, sebelum berkomentar. Dan tidak lagi langsung mengomentari setiap yang disampaikan anak dan suami.
3. Tantangan Manajemen Emosi
Ternyata hari ini Saya mendapatkan tantangan untuk mengendalikan Emosi.
Apakah berat?
Tadi sih rasanya berat. Tapi setelah menerapkan langkah-langkah mengendalikan kemarahan ala Rasulullah SAW, Saya akhirnya menyadari, bahwa kejadian yang membuat emosi Saya agak terganggu, sebenarnya sepele. Dan seharusnya tidak membuat Saya baper berlebihan.
Apa sih, soalnya?
Begini. Suami sedang senang membuat pisang goreng untuk camilan keluarga. Dan Saya juga senang tentunya. Hanya saja, akibat kecelakaan beberapa waktu lalu, yang meretakkan rahang dan mematahkan beberapa gigi, Saya jadi kesulitan makan yang keras dan garing, termasuk gorengan yang dibuat renyah. Jadi, Saya minta ke suami untuk menggorengnya sebentar saja yang penting matang, supaya tidak terlalu garing dan menyulitkan Saya untuk mengunyahnya. Tapi, ternyata hasilnya tidak sesuai keinginan Saya dan tetap dengan tingkat kegaringan yang menyulitkan Saya untuk memalannya.
Waktu itu, jujur Saya sedih, karena merasa suami tidak memahami kesulitan saya. Tapi kemudian Saya beristighfar, menarik nafas panjang,, membaca taawudz dan kemudian diam merenung. Detik berlanjut menit terlewati, Saya akhirnya mampu melihat perbedaan cara pandang kami. Buat suami, dengan Gigi yang sehat, level gorengan yang tidak terlalu keras, ya memang seperti itu. Sementara Saya dengan keterbatasan organ pengunyah, tentu saja mempunyai standar yang sangat berbeda.
Jadi setelah mampu memahami ini, Saya bisa kembali bersikap normal kepada suami. Dan masalah ini akhirnya bukan “masalah” lagi buat Saya, setelah bisa memahami perbedaan cara pandang akntara kami.
Jadi, satu badge need improvement sudah mewarnai kalender Saya. Namun, selama saya mampu memahami latar belakang penyematannya, sepertinya membuay Saya lebih proporsional memandang sesuatu.
Ini refleksi pencapaian saya. Bagaimana dengan kamu?
#tantangan30hari
#kelaskepompong
#bundacekatan
#institutibuprofesional
Referensi :
- Materi Bunda Cekatan
- Canva Dan PicsArt
- Pengalaman sendiri
.
No Responses