Menjadi Sahabat Abegeh

Menjadi Sahabat Abegeh

 

Sumber : Modifikasi Dokumentasi Pribadi

 

Menjadi orang tua, merupakan sebuah profesi yang tak mudah. Bukan hanya tidak ada institusi khusus sebagai tempat belajarnya, tetapi juga karena butuh banyak adaptasi dan kesabaran saat menjalaninya.

Tidak seperti orang tua lain, saya merasa beruntung sekali mengenal Institut Ibu Profesional (IIP) dalam perjalanan mencari bahan dan sumber pembelajaran, untuk menjadi orang tua atau lebih tepatnya seorang ibu yang profesional. Yang memahami fitrahnya sebagai ibunda sekaligus perannya dalam menegakkan pondasi keluarga.

Yup, saya adalah seorang ibu. Yang meskipun berprofesi juga sebagai ASN di salah satu instansi pemerintah, tugas utama saya tetap mengurus keluarga. Jadi, sejak awal memang selalu berusaha menomorsatukan keluarga, sehingga mencoba mengatur beberapa kompromi dengan para atasan di kantor, supaya urusan penting menyangkut keluarga, tetap bisa diutamakan. Dan selama ini, kerap bisa dilakukan. Meskipun ketika kondisi pandemi yang urgen seperti ini, agak sulit untuk dipenuhi. Sebab, dalam situasi begini, menjaga kemaslahatan masyarakat lebih urgen dilakukan.

Begitulah, sejak anak-anak belia, saya tetap berusaha dekat dan mencoba menjadi sahabat mereka. Kedekatan itu menjadi makin penting saat usia mereka menjelang dewasa muda (baca abegeh). Sehingga saya berupaya mencari beragam cara, supaya bisa menjadi orang pertama, tempat mereka mencari rekomendasi.

Saya tidak bilang bahwa upaya ini berhasil. Belum. Tetapi dengan berjalannya waktu, tetap optimis juga, bahwa pada akhirnya saya bisa menjadi sahabat terbaik bagi putra kesayangan yang tinggal satu-satunya. 

Dan berbincang mengenai fitrah seksual anak, memang merupakan tanggung jawab utama orang tua juga, untuk menjaganya supaya tetap sesuai jalur. Walaupun dengan perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat, membuat peran ini makin memiliki tantangan yang super canggih dan kompleks.

Sebut saja berbagai tindakan yang sebelumnya tabu, kini menjadi semakin permisif dari hari ke hari. Itu yang membuat tugas kita, terutama dalam hal fitrah seksualitas menjadi tambah berat.

Tetapi, menjadi orang tua seringkali artinya menjadi lebih bijak dibanding putra putri tercinta. Sehingga sepertinya bukan kekeliruan, jika berusaha memahami berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat – meskipun aneh, hanya sebagai jembatan, untuk bisa akrab dengan mereka.

Itu pula yang coba terus dilakukan, supaya bisa dekat dengan anak saya yang sudah baligh dan bicara dalam bahasanya. Sehingga mudah-mudahan punya kesempatan menjadi yang pertama tahu, apa pun kondisi yang dialami putra tercinta.

Lalu, apa hubungannya dengan pendidikan fitrah seksual? 

Tentu saja ada. Banyak, bahkan.

Sebab, meskipun fitrah seksual kami berbeda, saya senantiasa berusaha, untuk tetap bisa berbincang sesuai fitrah seksual putra semata wayang saya. 

Apakah sulit?  

Walaupun memang lebih selaras jika pendampingan fitrah seksualitas dilakukan oleh orang tua yang sesuai. Artinya anak perempuan didampingi ibu sedangkan sang putra oleh ayahnya. Namun, hal ini bukan berarti jika dilakukan sebaliknya, akan mengalami kegagalan. Sebab, menurut saya, yang lebih berperan dalam pendampingan ini, adalah kesediaan para orang tua untuk menjadi apa pun yang dibutuhkan anak. Sehingga, siapa pun yang bisa memenuhi kebutuhan ini, peluang untuk berhasil, akan lebih besar.

Jadi, posisi itulah yang berusaha saya isi, dalam mendampingi Putra abegeh saya. Dengan begitu, saya berharap bisa menjadi bagian hidupnya, untuk meminta pertimbangan, mencari alternatif solusi atau hanya sekedar berbincang, berbagi cerita remeh tentang berbagai hal, yang dianggapnya penting.

Sehingga dalam setiap interaksi itu, saya dapat pula menyelipkan nilai-nilai yang dianggap penting oleh keluarga kami. Dan itu, termasuk fitrah seksualitas.

Jika dijabarkan, pendidikan fitrah seksualitas yang kami lakukan sejak anak belia hingga usia abegeh sekarang adalah: 

 

  1. Menanamkan Nilai Agama sebagai Pondasi Utama

Agama menjadi dasar penting dalam membangun karakter manusia, termasuk pendidikan adab dan fitrah seksualnya. Sebab, inilah poin utama dari setiap nilai pembelajaran kehidupan kita. 

Tak ada hal yang akan merusak karakter seseorang, dibanding minimnya pondasi agama dalam pendidikannya. Jadi, sebisa mungkin utamakan pendampingan anak dengan menguatkan pondasi agama sebagai nilainya.

Sehingga tantangan apa pun yang dihadapi, mereka akan selalu berpaling pada pendidikan agama yang kita tanamkan. Karena itu yang menjadi pondasi di setiap nasehat orang tuanya.

 

  1. Pemahaman Gender dan Keunikannya

Sangat penting menanamkan keyakinan pada anak (dengan pondasi agama tadi), bahwa Tuhan hanya menciptakan dua jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan. Sehingga jenis lain di luar itu, adalah sebuah kekeliruan fatal.

Juga bahwa Tuhan telah memasangkan masing-masing jenis tadi satu sama lain. Laki-laki selalu bersanding dengan perempuan, begitu pula sebaliknya. Jika ada pemikiran di luar itu, akan menjadi pemahaman yang keliru dan bertentangan dengan aturan-Nya.

Dengan berkembangnya macam-macam isu gender yang miring di tengah bombardir informasi terkait tema ini, pasti membuat para orang tua sedikit risau bahkan cemas. Namun, dengan bekal pondasi agama yang kita berikan sejak anak belia, diharapkan akan menjadi dasar mereka bersikap dan mencari penjelasan. Sehingga, ketika pergaulan putra putri kita menyinggung isu sensitif ini, mereka selalu punya keyakinan yang tepat dalam menyikapinya. Jika pun masih ada pertanyaan, akan lebih mudah melayangkannya kepada kita, orang tuanya yang selalu bersedia mendengarkan dan membantu memberikan penjelasan.

 

  1. Menjelaskan Peran sesuai Fitrah Seksual

Dengan makin berkembangnya zaman, mungkin menyebabkan agak bergesernya pula, peran laki-laki dan perempuan. Khususnya mengenai posisi pencari nafkah atau pun mengurus keluarga.  Walaupun yang kita (saya) lakukan berbeda, tetap tidak bisa menjadi alasan kita, untuk menutupi menjelaskan peran masing-masing sesuai fitrahnya.

Jadi, meskipun berbuah rentetan pertanyaan dari si buah hati, saya tetap berpijak pada pondasi agama saat menerangkan tentang tugas pencari nafkah dan mengurus keluarga.

Penjelasan saya mencakup peran sebagai pencari nafkah yang merupakan posisi yang harus dia ambil selaku laki-laki dan imam keluarga nantinya. Termasuk keterangan, bahwa istri yang bekerja di ranah publik, tidak akan menghilangkan tanggung jawabnya, sebagai pencari nafkah utama keluarga.

Juga berbagai penjelasan lainnya mengenai hal-hal terkait isu gendernya sebagai seorang laki-laki dan pasangannya yang perempuan. Upayakan menyiapkan diri terhadap berbagai pertanyaan yang timbul, agar putra putri kita tidak malah mencari informasi di tempat lain, yang bisa jadi keliru dan tidak sesuai dengan nilai yang ditanamkan keluarga.

 

  1. Menjelaskan Mengenai Tahapan Perkembangan Setiap Fitrah Seksual

Memahami perkembangan alamiah organ seksual di setiap kondisinya sangat penting. Dengan begitu kita akan mampu mengetahui kelainan yang mungkin terjadi dan mencari solusi untuk memperbaikinya.

Sebagai orang tua, menjadi tugas kita pula untuk menjelaskannya kepada putra putri kita. Supaya mereka mengetahui secara jelas dan siap mengantisipasi dampak perkembangannya.

Jadi, sudah sewajarnya ibu atau pun ayah membantu nya bersiap menghadapi perubahan pada organ seksual nya. Termasuk saat haid perdana atau ketika mengalami mimpi basah buat pertama kalinya. Tidak terlalu penting, siapa yang memberi penjelasan. Yang terutama ditanamkan adalah, anak bebas mengemukakan semua perubahan yang terjadi pada tubuh mereka, termasuk perubahan organ seksualnya. Dan pastikan kita mampu memberi penjelasan sedetil mungkin. Atau paling tidak, bersama-sama mencari jawabannya.

 

  1. Tidak Menganggap Tabu Pendidikan Mengenai Fitrah Seksual

Ada saja orang tua yang menganggap memberikan penjelasan tentang segala sesuatu terkait seksualitas, merupakan hal yang tabu, bahkan terlarang. Akibatnya anak-anak dengan keingintahuan yang besar dalam berbagai hal mengenai ini akan mencari jawaban dari beragam metode yang begitu mudah didapatkan di sekitar mereka. Inilah yang seharusnya dihindari sejak awal, supaya putra putri kita tidak kehilangan fitrah seksual mereka.

Pemahaman akan ketidaktabuan memberikan informasi mengenai seksualitas, sebenarnya bisa kita baca dalam kitab suci. Di sana ada banyak ayat yang menerangkannya. Di antaranya kisah mengenai penciptaan manusia dari setetes mani. Atau ayat yang menjelaskan aurat laki dan perempuan. Banyak referensi yang bisa didapatkan mengenai hal ini.

Jadi, yakinkan diri dulu bahwa soal ini merupakan rangkaian pendidikan fitrah yang harus diketahui dan disampaikan pada anak-anak kita. Kemudian cari informasi yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan mengenainya dan akhirnya siapkan diri untuk selalu terbuka atas berbagai pertanyaan yang mungkin timbul dan akan disampaikan buah hati kita. 

 

Jika semua hal tadi sudah diupayakan, semoga kita bisa selalu menjadi sahabat anak-anak kita,  bahkan ketika mereka beranjak dewasa. 

Sebab, bukan hal yang mudah untuk dilepaskan dan ditinggalkan, seseorang yang selalu siap menjadi tempat curhat, mencari rekomendasi dan alternatif jawaban berbagai persoalan, juga yang senantiasa berusaha mengerti setiap yang dirasakan dan dilalui. Apalagi yang juga bersedia menerima dengan tangan terbuka dan pelukan erat penuh kehangatan, setiap kekurangan dan kesalahan yang dilakukan. 

Siapkah kita? 

Semoga, yang terbaik yang akan menjadi hasil dari setiap kesiapan kita menjalani peran sebagai orang tua.

 

Referensi :

  1. Santosa, Harry. 2017. Fitrah Based Education Version 3.0. Bekasi: Yayasan Cahaya Mutiara Timur.
  2. Az Zahida, Wida. 2018. Ayah, Bunda, Dampingi Aku Menuju Remaja. Surakarta: Indiva Media Kreasi, Surakarta.
  3. Gunawan, Tri Budi. 2019. Menjadi Orang Tua Berkualitas agar Anak Berkualitas. Bandung: Yrama Widya. 
  4. Arifianto, Agus Alwi Eko. 2016. “Peran Orang Tua dalam Pendampingan Remaja”. https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/m/index.php?r=tpost/xview&id=3554. Diakses pada 16 Agustus 2020 pukul 14.05 wib. 
  5. Pratidina, Ika. 2018. “10 Alasan Mengapa Harus Mengenalkan Fitrah Seksual pada Anak”. http://azkail.com/10-alasan-mengapa-harus-mengenalkan-fitrah-seksualitas-pada-anak-detail-58516.html?page=2. Diakses pada 16 Agustus 2020 pukul 14.25 wib.

 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Leave a Reply