Framework Operasional Pendidikan Berbasis Fitrah Dan Akhlaq ver 7.0 detail (bagian 2)
Ini hari ketiga journeys mensyukuri buah hati. Membuka hati untuk melihat dan mengamati perkembangan buah hati, sungguh menakjubkan. Karena setiap hari selalu menemukan bintang dalam diri ananda untuk diapresiasi dan disyukuri.
Hari ini ada beberapa dialog yang menggambarkan perkembangan Adha
Percakapan 1
Malam itu, saya sudah menyiapkan telur mata sapi untuk makan ayah dan anak tercinta (karena saya sudah lama tidak membiasakan makan malam). Namun, tak lama Adha meminta izin membuat nasi goreng untuk makan malamnya.
Adha : Mama, Mas mau bikin nasi goreng buat makan malam, ya?
Saya : Boleh saja. Tapi Mama udah ceplok telor buat Mamas dan Bapak.
Adha : Trus, gimana? Mas pengen bikin nasi goreng.
Saya : Kan Mama udah bilang, boleh. Jadi telur ceplok nya buat apa?
Adha : Ya, buat lauknya aja, Ma. Tapi, temenin masaknya, ya
Saya hanya mengacungkan jempol dan menemaninya membuat nasi goreng, sambil menjawab pertanyaannya tentang proses memasak yang baik.
Percapakan 2
Kemudian, setelah selesai makan malam, dia masih meminta saya menemaninya. Ternyata, ada yang harus direvisi dari laporan hasil kegiatan STIA – nya (Sekolah Tazkia Insani meng-Abdi).
Saya : Emang apa aja yang direvisi, gitu?
Adha : Ga tahu. Itu ada yang ditandai di makalahnya.
Saya : Lho, kok ga tahu. Emang ga tanya ama gurunya?
Adha : Kan, makalahnya dikumpulin dulu. Baru setelah diambil kembali ada tanda yang harus direvisi.
Saya : Emang yang ngambil makalahnya siapa? Ga langsung dicek?
Adha : Bukan Mamas. Tapi Teman Mas.
Saya : Kenapa bukan Mamas aja. Kan bisa langsung dilihat dan ditanyakan, salahnya di mana?
Adha : Biar aja. Dia kan belum ngapa-ngapain. Waktu sidang juga ga ditanyain apa-apa.
Saya : Kalo Mamas, ditanya ga?
Adha : Ditanya, lah. Banyak lagi.
Saya : Apa aja yang ditanyain?
Adha : Ya, cara penulisan, ketikannya. Mamas jawab aja, iya, maafkan Pa, salah ketik.
Saya hanya tertawa.
Saya : Masa semua salah ketik?
Adha : Coba aja Mama lihat.
Saya kemudian membuka dan memeriksa tanda-tanda koreksi yang diberikan gurunya. Sampai pada satu tanda pada kata di dan sekitar. Karena ada tanda koreksi, saya tanyakan pada Adha.
Saya : Ini, apanya yang salah?
Adha : Katanya di dan sekitar harus disambung?
Saya : Kata siapa harus disambung? Memang gurunya tidak menjelaskan apa saja yang harus disambung dan
mana yang harus dipisah pada penggunaan di?
Mungkin karena nada saya agak tinggi, sambil menepuk-nepuk pundak saya, dia bekata
Adha : Kalem aja, Ma, Kalem. Slow aja kali…
Akhirnya saya tersadar, kalau sudah emosi. Mungkin ini terdorong rasa hati yang agak kecewa, mendengar gurunya menyalahkan tanpa memberi penjelasan yang benar. Bahkan ternyata malah gurunya yang salah. Mungkin sepele ya, hanya perkara penulisan kata. Sebenarnya bukan tentang kesalahan penulisan katanya yang mengganggu hati saya. Melainkan, cara gurunya mengoreksi tanpa penjelasan akan kesalahannya dan bahkan menyalahkan yang sudah benar.
Namun, terlepas dari koreksi mengoreksi tadi, sikap Adha menanggapi emosi saya patut diapresiasi. Saat saya agak meledak, dia malah bisa berpikir jernih, bahwa ini bukan masalah yang bisa dianggap serius. Jadi, Alhamdulillah lagi, bahwa emosi anak tercinta kami itu, sudah berkembang lebih baik.
#Fitrah-Home based Education
#Training.Calon.Fasil.MIIP#7
#Ibu.Mendidik.dengan.Nurani
Referensi :
- Materi dan diskusi dalam training calon fasilitator Matrikulasi batch #7 IIP
- Santosa, Harry, Fitrah Based Email – Sebuah Model Pendidikan Peradaban bagi Generasi Peradaban menuju Peran Peradaban, Yayasan Cahaya Mutiara Timur, Depok, 2017
- Pengamatan terhadap Fitrah anak sehari-hari
No Responses