Happiness is a butterfly, which when pursued, is always just beyond your grasp, but which, if you will sit down quietly, may alight upon you.
~ Nathaniel Hawthorne ~
Kupu-kupu ala saya
Kebahagiaan adalah seekor kupu-kupu, yang ketika dikejar, selalu berada di luar jangkauan, tetapi jika Anda akan duduk dengan tenang, mungkin akan turun ke atas Anda. (Nathaniel Hawthorne)
Yah, perjalanan kelas Bunda Cekatan IIP Batch #1 hampir usai. Artinya tujuan yang sudah dipasang di mind mapping sejak awal, juga mungkin akan atau malah sudah menjadi nyata. Namun, bisa jadi, karena butuh jam terbang lebih banyak, ada pembelajaran yang akan tetap berlanjut, di luar kelas. Apa pun itu, secara teknis kelas tetap akan berakhir di pekan depan. Sehingga pekan ini, waktunya menyampaikan apresiasi dan surat cinta untuk mentor dan mentee masing-masing
Menyenangkan ya. Apapun hasilnya, tetap diapresiasi. Karena kita dibiasakan untuk menghargai kemajuan sekecil apa pun. Sehingga diharapkan, bila terbiasa bersyukur dengan yang kecil akan lebih mudah mewujudkan yang besar dan juga mensyukurinya.
Saya punya 1 mentor dan 5 mentee, berarti Saya memiliki 6 template Surat Cinta yang menceritakan kemajuan para mentee dan menerima curahan hati tentang keberadaan saya sebagai mentor mereka. Sebenarnya, siapa pun orangnnya, bagaimana pun sifatnya, tetap bisa memberi banyak pelajaran buat kita. Tinggal kita yang memilih, pelajaran terbaik yang akan membuat kita lebih berbahagia dalam berinteraksi dan menjalani hidup selanjutnya. Jadi selalu akan bahagia hasilnya, jika apa yang Kita lakukan, bisa memberi manfaat buat orang lain, di samping menjadikan diri sendiri pun lebih termotivasi untuk terus melakukan yang terbaik.
Akhirnya, untuk yang penasaran gimana rasanya mendapat surat cinta, silahkan intip gambar-gambar di bawah, ya. Semoga bisa ikut merasakan dan terinspirasi juga buat melakukan.
1. Bersama Mentor yang Qualified.
Mentor Saya adalah seorang pelaku public speaking, yang punya pengalaman menjadi penyiar radio pula. Aktivitas Kesehariannya memang selalu berbicara di depan orang banyak. Jadi untuk teori dan praktek mengenai public speaking jelas mumpuni. Suaranya renyah dan enak didengar. Apalagi beliau selalu menyemangati dan memotivasi setiap upaya Saya untuk memperbaiki skil Saya dalam public speaking.
Sebenarnya, karena tuntutan tugas, Saya pun terbiasa berbicara di depan orang banyak. Namun tidak pernah sekali pun Saya merekamnya dan mengevaluasi nya. Jadi rasanya kaget banget ketika berbicara dengan direkam, semua kemampuan yang ada seperti lenyap tak berbekas. Ternyata, feel nya berbeda, antara berbicara offline dan online.
Nah, Saya ingin memperbaiki skil berbicara online Saya, sekaligus sikap bicara dan keterampilan yang masih jauh dari sempurna saat berbicara offline. Dan ini tentu saja butuh jam terbang banyak dan waktu yang melebihi kelas Bunda Cekatan.
Jadi, Saya bersyukur sekali ketika Mba Indah bersedia membantu Saya terus belajar dan memperbaiki keahlian dalam public speaking, meskipun kelas Bunda Cekatan telah rampung. Asyik, kan..
#TerimakasihMentorkuSayang
2. Mentee yang Berganti Peran
Di awal program, beliau ini mengajukan diri sebagai mentee. Namun, dalam perjalanan ternyata, apa yang Saya lakukan, sudah biasa dilakukannya pula. Ternyata, yang dibutuhkan adalah manajemen gadget. Padahal saya tak terlalu mahir mengenai ini. sebab, sebagian besar pekerjaan saya menggunakan gadget, jadi saya menganggap, gadget adalah alat bantu, bukan barang candu. Namun, karena Mba Irma tidak ingin berganti mentor, kemudian kita sepakat untuk melakukan peer mentorship.
Lucunya, saya tak begitu paham, apa yang seharusnya dilakukan dalam proses peer mentorship ini. Jadilah, saya hanya bertanya ini itu yang tak penting. Termasuk menanyakan sumber pembelajaran mengenai manajemen waktu. Ternyata, referensinya jauh lebih banyak dibanding.saya.
Namun, tak menunggu lama, kami menemukan bentuk peer mentorship sendiri, yaitu saling menyemangati saat meayakan kesalahan dan mengapresiasi kemajuan.
Banyak yang bisa saya apresiasi dari Mba Irma, di samping waktunya yang sudah terkelola dengan baik, beliau sudah mencapai apa yang sering disebut sebagai 4 F untuk passion. Sehingga rasanya, beliau dibayar untuk bahagia. Keren, kan?
#TerimakasihMeteeKerenku
3. Bersama Mentee yang Rame
Hehehe, mentee saya yang ini, memang yang paling rame. Baik dalam arti konotatif maupun denotatif. Beliau punya 5 anak. Kebayang, ramenya aktivitas hariannya, kan? Orangnya pun, rame. Mungkin karena sama-sama sanguins, kita bisa bercerita tentang apa saja. Tapi, itulah. Kalau dua orang sanguins bertemu, kadang sering keluar dari tujuan yang ingin dicapai dengan obrolan tadi. Apalagi, saat misscall, anak-anak pun ikut meramaikan sambil mengotak-atik aplikasi membentuk gambar-gambar lucu nan menggelikan. Akhirnya, kegembiraan yang terasa menjadi bagian interaksi kami.
Jujur, saya memang tidak terlalu ahli bertanya untuk menggali kemampuan orang lain, karena menurut saya, sebagai orang dewasa seharusnya kita sudah paham mengenai kelemahan dan kekuatan sendiri. Sehingga sudah menyiapkan rencana untuk mengembangkan kekuatan dan menyiasati kelemahan tadi. Namun, ternyata ini hanya asumsi saya sendiri. Padahal, berasumsi itu tidak boleh dilakukan dalam komunikasi produktif, ya. Karena memang akan menghambat proses komunikasi. Yah, seperti yang terjadi pada saya di tahap awal. Namun, syukurlah. Kesalahan ini bisa segera diperbaiki, sehingga akhir mentorship saya bersama Teh Aty menjadi penuh kegembiraan dan beliau mampu mencapai kemajuan dalam manajemen waktu. Paling tidak, mulai bisa membuat todo list aktivitas yang harus diselesaikan, dan mengeksekusinya sesuai rencana.
#TerimakasihMenteekuAtasSemuaKegembiraanYangAda
4. Mentee Ranah Public
Ibu tiga anak yang juga bekerja di ranah publik ini mengajukan diri menjadi mentee manajemen waktu, karena ingin waktunya lebih seimbang antara kantor dan rumah. Kebayang juga sih, bagaimana sibuknya melaksanakan semua tugas, di tengah-tengah tiga anak. Apalagi, tidak punya ART. Wow, sungguh, saya sangat mengapresiasi keputusan ini. Sebab, saya tak sanggup melakukan semua pekerjaan domestik sendiri – terutama menyetrika baju, sih. Sehingga sejak awal menikah, selalu memiliki ART untuk mendelegasikan sebagian pekerjaan domestik saya. Sementara, Mba Yulia dengan kerennya malah memutuskan tidak memiliki ART.
Mentee saya yang satu ini juga termasuk yang paling sigap merespon setiap chat saya. Jadi berasa diperhatikan, ya.
Selain itu, kemajuannya pun lumayan cepat. Mungkin karena tekad yang kuat untuk berhasil mengelola waktu dan menjaga keseimbangan dengan pekerjaan publiknya, beliau selalu dengan cergas mengeksekusi petunjuk untuk berlatih manajemen waktu dan berusaha menepatinya.
#TerimakasihMenteekuTerrajin
5. Mantee dengan Keterbatasan
Awalnya, saya tak tahu jika beliau punya kendala kesehatan, Sehingga kelambatan responnya atas setiap chat saya, hampir saja membuat saya men-judge-nya sebagai “tidak kooperatif”. Namun, untungnya, kekeliruan tadi tidak berlanjut dan saya bersedia menunggu. Dan, ternyata, lambatnya respon tadi, karena beliau sedang menjalani rawat inap akibat vertigo. Saya tahu persis seperti apa kacaunya hidup dengan vertigo. yang sangat mengganggu. Jadi memang wajar jika Mba Rita tidak bisa secepatnya merespon setiap kontak saya.
Ternyata saya harus kembali terkejut dengan tindakan beliau. Karena dengan kendala kesehatannya, Mba Rita bahkan berani mengambil beberapa tema untuk program mentorship ini. Sebenarnya boleh aja, sih, jika kita mampu. Tapi, sesuai saran Ibu Septi bahwa kita harus fokus dulu untuk memahirkan diri dalam satu keterampilan, sebaiknya hanya mengambil satu mentor dan satu tema selama program mentorship ini. Kita bisa mengambil tema lain, setelah kelas Buncek selesai. Jadi, berdasarkan alasan tadi, saya meminta Mba Rita untuk fokus dalam tema yang benar-benar ingin dimahirkannya.
Namun, akhirnya saya berbesar hati menerima dua tema yang menjadi pilihan beliau. Sebab, salah satu tema yang diambil adalah tazkiyatun nafs, yang ditujukan untuk memulihkan diri.
Setelahnya, Mba Rita seperti menemukan jalan belajarnya sendiri. Dengan mulai belajar membuat jadwal berdasarkan kandang waktu dan berlatih menepatinya.
Memang tidak mudah, ya, berproses di tengah keterbatasan. Butuh tekad dan kesungguhan yang lebih. Namun, Saya yakin Mba Rita akan mampu melakukannya dan pada saatnya nanti, akan merayakan keberhasilan dalam manajemen waktu sesuai rencana dan goalnya juga.
#TerimakasihMenteekuYangPantangMenyerah
6. Mentee yang Terlambat
Hehehe aneh ya, namanya? Namun bukan terlambat untuk maksud yang negatif lho. Melainkan dalam arti positif. Kenapa? Karena Mba Sugih ini berani memutuskan untuk kembali on track, meskipun dua pekan program mentorship sudah berjalan. Selain itu, beliau juga sanggup mengejar, ketertinggalan dua pekan tadi. Keren, kan?
Apalagi, ternyata kami sama-sama tergabung dalam alumni Akademi Fasilitator Institut Ibu Profesional Batch #1. Tambah lagi poinnya di mata saya. Jadi, begitulah. Tidak usah diragukan lagi ya, komitmen dan tekadnya buat menjalani pembelajaran. Karena proses yang sudah beliau tempuh. cukup menjadi bukti kesungguhan atas setiap tahap pembelajaran.
#TerimakasiMentekuYangBerkomitmenTinggi
Jadi, begitulah. Selalu tersedia banyak hikmah dan pelajaran berharga yang bisa diambil, jika Kita bisa mengosongkan pikiran, dari prasangka dan justifikasi diri sendiri. Itu, selalu terbukti dari setiap interaksi yang kata lakukan setiap hari. Termasuk dalam pembelajaran di Kelas Bunda Cekatan yang keren ini.
Referensi :
- Quote dikutip dari https://www.brainyquote.com/quotes/nathaniel_hawthorne_393626?src=t_butterfly
- Template Surat Cinta Mentor – Mentee dari Kelas Bunda Cekatan Institut Ibu Profesional Batch #1
- Surat Cinta dari Mentor dan 5 Menteeku
No Responses