Flashback
Ketika mendapat kabar kondisi Ibu drop dengan tensi 80/60 mmHg, aku galau. Bagaimana tidak? Karena di saat yang sama, aku masih berstatus kontak erat yang sedang karantina mandiri dan menunggu hasil PCR.
Syukurlah, hasil PCR-ku negatif. Jadi, dengan izin dari suami dan izin cuti dari kantor, aku langsung berangkat menjemput Ibu.
Jika, biasanya setiap Ibu sakit selalu aku bawa ke Majalengka untuk perawatannya, tetapi tidak untuk kali ini. Karena perkembangan covid-19 yang begitu hebat, membuat aku tidak yakin bisa mendapatkan pertolongan terbaik buat Ibu di sini. Sehingga kami memutuskan membawa beliau pulang ke kampung halaman di Jakarta, yang fasilitasnya lebih memadai, sekaligus dekat dengan keluarga besar.
Tetapi, ternyata kondisi di Jakarta pun tidak terlalu jauh berbeda. Semua rumah sakit penuh. Sehingga akhirnya Ibu hanya bisa aku dampingi di rumah selama menjalani isolasi mandiri.
Tujuh Hari Terakhir Membersamai Ibu
Ketika membawa Ibu ke Jakarta, pikiran pertamaku sebenarnya masih yakin bisa mendapatkan tempat perawatan yang memadai buat Ibu. Tetapi, ternyata kondisi di Jakarta sama parahnya. Hampir semua rumah sakit yang kami kunjungi penuh. Bahkan untuk pasien yang selemah Ibu, tidak tersedia satu tempat pun.
Akhirnya, setelah konsultasi dengan teman yang memang bertugas di Jakarta, aku disarankan untuk membawa Ibu ke Puskesmas domisili. Nantinya jika memang harus dirawat, Puskesmas ini lah yang akan merujuk Ibu. Jadi, aku bawa Ibu ke Puskesmas Johar yang berlokasi di Mardani.
Setelah diperiksa di sana, ternyata kondisi Ibu mulai membaik. Tensinya sudah hampir stabil di angka 98/70 mmHg. Memang sih, masih hipotensi. Tapi, tidak separah sebelumnya.
Ternyata di Puskesmas ini pun, Ibu tidak langsung dirujuk. Melainkan diperiksa sebagai pasien umum dan lanjut di-PCR dan diberikan obat serta vitamin.
Kondisi galau kembali menghampiri. Sungguh kegalauan tingkat dewa memikirkan hasil PCR Ibu nantinya. Jika positif, beliau akan diperlakukan sebagai pasien covid-19 dan harus isolasi mandiri sendirian. Padahal, kondisi Ibu yang lemah, tidak memungkinkan dia beraktivitas sendiri. Semuanya harus dengan bantuan.
Menentukan Tindakan
Sebagai seorang anggota Tim Gerak Cepat Covid-19, aku sudah memahami tatalaksana suspek covid-19 seperti Ibu. Jadi, begitu pemeriksaan selesai, aku bawa Ibu pulang ke rumah tante — karena rumah Ibu sendiri berupa ruang kosong tanpa perabot, yang siap disewakan.
Bersyukurnya lagi, selain rumah mungil yang ditempatinya, tante masih mempunyai kamar kosong serupa yang juga siap disewakan. Jadi, langsung aku pisahkan tante dan para keponakan di kamar itu, sementara aku dan Ibu menempati kamar yang biasa ditinggali tante.
Aku sudah tidak memikirkan lagi bakal tertular, selama mengurus Ibu. Bismillah saja, semoga Allah SWT memberikan kemudahan.
Ternyata memang benar. Jika kita ikhlas merawat orang tua, banyak keajaiban terjadi.
Berbagai Kemudahan
Sejak mendapatkan restu suami dan memutuskan cuti untuk mengurus Ibu, berbagai kemudahan kemudian terjadi. Sejak memesan travel yang bisa ditunggu di depan rumah, kesediaan Mamang Supir mengantar ke lokasi yang lebih dekat dengan rumah adik di Bekasi, hingga kemudahan mendapatkan kamar hotel yang syariah.Termasuk mendapatkan supir Gocar yang bersedia mengantar ke mana pun tujuan aku membawa ibu. Sungguh berkah tak terkira di masa seperti ini
Tidak berhenti sampai di situ, kami juga mendapat banyak bantuan dari pengurus Rt dan tetangga ketika Ibu terkonfirmasi positif covid-19. Doaku juga seperti diijabah, karena Ibu tidak dijemput untuk dibawa ke rumah sakit. Artinya aku bisa mengurus Ibu isolasi mandiri di rumah tante.
Banyak lagi kemudahan lain yang datang, termasuk mendapatkan perawat yang bisa menginfus ibu. Kondisiku juga Alhamdulillah tetap sehat tanpa gejala dan kelelahan apa pun, padahal hampir selalu kurang tidur.
Begitu lah, berbagai kemudahan yang sebenarnya membuat aku optimis Ibu bisa melalui semuanya dan keluar sebagai pemenang. Tetapi, ternyata takdir menentukan lain.
Kepergian Ibu
Selasa itu, hari ketujuh Ibu isolasi mandiri di rumah tante. Adikku yang sudah selesai isoman, juga sudah mendapatkan surat keterangan dari Puskesmas sehingga bisa bergabung mendampingi ibu. Namun, tak pernah kami sangka, ini hari terakhir bersama beliau.
Rabu, jam 1-an dini hari, karena sudah terbiasa, aku langsung bangun mendengar panggilan Ibu. Rupanya beliau minta dibuatkan minuman. Jadi aku seduh susu ensure dalam gelas kecil. Setelah meminumnya 3/4 gelas, Ibu menyuruh aku tidur.
Ibu : “Ya, udah sekarang Sri tidur aja.”
Aku : “Ngga. Ibu aja yang tidur duluan, baru Sri tidur. Sekarang Kita baca doa mau tidur dulu aja.”
Kemudian aku dan Ibu bersama-sama membaca doa mau tidur dengan suara keras. Setelah melihat mata Ibu terpejam meskipun masih sambil berzikir, aku tinggalkan Ibu untuk ikutan tidur.
Hanya beberapa menit kemudian, adikku membangunkan supaya aku melihat kondisi Ibu. Waktu melihat jam, belum menunjukkan pukul 2. Berarti kurang dari setengah jam aku tertidur. Ketika melihat kondisi Ibu, beliau nampak tenang, tanpa sesak nafas seperti sebelumnya, aku langsung merasa lemas. Cek nafas, detak jantung dan nadi, semuanya negatif. Sadarlah aku, Ibu telah pergi.
Langsung aku minta adik untuk membangunkan semua keluarga dan berkoordinasi dengan para pihak yang berkepentingan terhadap kasus Ibu yang memang pasien covid-19.
Akhirnya, dicapai kesepakatan bahwa Ibu tetap ditatalaksana sebagai jenazah covid-19. Tetapi, akan dimakamkan di pemakaman umum di belakang rumah — di mana hampir semua keluarga Ibu yang sudah meninggal, dikuburkan di sana.
Hari Ketujuh Kepergian Ibu
Tanpa terasa waktu kemudian berlalu begitu cepatnya. Hari ini, adalah hari ketujuh kepergian beliau. Masih selalu terbayang di ingatan setiap perjalanan membersamai Ibu. Masih terasa sesak pula dada ini mengenang kebersamaan kami yang terakhir.
Namun, tak ada yang bisa menolak takdir yang sudah jatuh. Suka atau tidak, waktu kami bersama Ibu sudah selesai. Tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain mengikhlaskannya dan mendoakan keberkahan buat beliau.
Mengikhlaskan Kepergianmu
Memandangi posisi tubuhmu yang tampak nyaman
Memindai wajahmu yang terlihat damai
Menatap senyumanmu yang tampak lapang
Seakan melihat dirumu hanya sedang tertidur pulas
dan bukan pergi dijemput Malaikat-Nya.
Menafakuri perjalanan selama mendampingimu
Meresapi setiap aktivitas saat merawatmu
Merenungi satu demi satu kenangan bersamamu
Tak pernah menyangka,
Hari-hari terakhir bersamamu telah tiba.
Duhai bundaku,
Meski terasa sesak dada ini menerima kepergianmu
Kutahu,
Inilah takdir terbaik atasmu
dan semoga,
surga yang penuh kenikmatan lah
yang akan kau tuju
~Alifadha Pradana~
Begitulah. Ceritaku bersama Ibu memang sudah usai. Tetapi, kiriman doa dan amalan untuk beliau InshaaAllah masih akan terus bersambung. Semoga Allah SWT memberikan keluangan waktu dan harta sehingga bisa mewujudkan semua impian Ibu.
Allahummaghfirlaha warhamha wa afiha wa’fuanha.
Selamat jalan ibu. Semoga tempat terbaik yang Allah janjikan, menjadi tempatmu kini bersemayam.
Aamiin ya robbal ‘alaamiin
Tags:
No Responses