Tantangan Mengawali Kelas
Ketika memutuskan mendaftar basic training A Home Team Batch #2 sebenarnya hanya ingin mengembangkan diri. Alasannya, tim Blog Kemal yang saya bentuk sebagai project di kelas Bunda Saliha, berguguran satu demi satu. Meskipun penyebabnya masalah teknis dan bukan sebab personal, tetap saja membuat saya penasaran untuk bisa lebih cepat membentuk tim baru. Supaya tujuan pembentukan Blog Kemal pun akan bisa lebih cepat terwujud.
Rupanya, kesungguhan untuk mengikuti kelas ini mendapat tantangan. Sebab, begitu kelas akan dimulai, kondisi kesehatan perlahan menurun. Membuat saya berminat mundur, karena takut tak bisa optimal mengikuti kelas. syukurlah, setelah mendapat suntikan semangat dari teteh panitia, saya memutuskan untuk melanjutkan, sambil melihat perkembangan kesehatan selanjutnya.
Strong Why dan Komitmen
Dua kata di atas, memang penting sebagai pondasi untuk memulai melakukan sesuatu, termasuk saat memutuskan untuk melanjutkan kelas ini. Setelah mendapat suntikan semangat, why not? Tidak ada ruginya melihat manfaat apa yang bisa saya dapatkan dengan mengikuti kelas ini.
Strong why adalah sesuatu yang menjadi alasan Kita melakukan sesuatu. Ini juga sekaligus bisa menguatkan kita, saat semangat melemah untuk melanjutkan apa yang sudah dimulai. Jadi, supaya tetap semangat mengikuti kelas ini sampai selesai, tentu saja saya harus memiliki alasan yang kuat buat melakukannya dan menjaga konsistensi saya.
Jadi, selain untuk mengembangkan Tim Blog Kemal, saya niatkan juga untuk menguatkan bonding keluarga Sendiri. Semoga setelah pembelajaran ini selesai, level Tim keluarga kami bisa meningkat.
Kemudian, komitmen juga tak kalah pentingnya. Sebab, dengan Komitmen yang kita berikan, akan membuat kita bisa bersungguh-sungguh sesuatu dengan persembahan terbaik. Apalahi, jangka waktu kelas ini juga lumayan, satu. bulan. Jika saya tidak memberikan komitmen tinggi untuk melakukannya, tentu akan mudah berhenti sebelum selesai.
Komitmen yang saya berikan untuk pembelajaran A Home Team ini adalah
1.Melibatkan hati untuk mengikuti kelas
Artinya saya akan bersungguh-sungguh mengikuti kelas dengan sepenuh hati. Tidak hanya mendengarkan, namun juga terlibat dalam setiap proses pembelajaran
2. Menepati Jadwal
Seperti pembelajaran yang lain, kelas A Home Team pun memiliki jadwal yang sudah disusun sejak awal. Jadi, sebagai peserta yang berkomitmen tinggi, saya harus menepati jadwal sebaik-baiknya.
3. Mengikat Makna.
Sebagai seorang visual, saya belajar lebih baik dengan membaca dan menghayati apa yang saya baca. Jadi supaya lebih paham, saya akan mengikat setiap materi yang didapat dalam jurnal yang penuh makna di Salma personal blog saya. Sehingga tidak hanya saya, orang lain yang membaca pun bisa mendapatkan pencerahan dan penguatan dalam pembelajaran.
Memaknai A Home Team
Saya tidak memungkiri, bahwa beberapa kali sempat iri melihat keluarga lain yang begitu kompak melakukan kegiatan bersama. Atau menyaksikan keluarga Yang siapa berbagi peran menyelesaikan project. Meskipun bukan berarti juga keluarga saya buruk, tetap saja manusiawi jika rumput tetangga selalu lebih hijau dari rumput di rumah sendiri
Bersyukurnya saya mendapat banyak kesempatan untuk mereguk manfaat terbaik dari pembelajaran di Ibu Profesional, membuat penilaian saya tidak sepicik dulu. Jadi, meskipun iri terhadap keluarga lain yang terlihat kompak (iri terhadap kebaikan, termasuk iri yang dianjurkan, lho), Saya tetap sadar diri, bahwa “level kompak” untuk setiap keluarga jelas berbeda. Jadi, saya hanya harus mencari bentuk kompak yang bisa diterapkan Dalam keluarga saya sehingga tetap menjadi Home Team Kualitas A.
Jadi, tentu saja saya semakin tertarik untuk terus mengikuti pembelajaran ini, supaya tahu lebih banyak tentang Home Team.
Kerumunan atau Tim?
Akhirnya Hari Rabu kemarin, sampai juga pada pembahasan mengenai Home Team. Sayangnya, karena kondisi kesehatan agak drop, saya terpaksa menonton rekamannya saja. Ternya menarik juga. Apalagi, suami yang ikut menyaksikan dan menyimak, ikut berkomentar. Alasannya sih sederhana, sebab penyampaian mengenai home team ini, menggunakan analogi pasar dan sepak bola. Suami yang penggemar sepak bola langsung menyampaikan pendapat mengenai persamaan dan perbedaan antara sepak bola dan pasar. Tentu saja komentar beliau mendapat senyuman terbaik. Sebab, jarang-jarang beliau ikut terlibat dengan aktivitas pembelajaran yang saya ikuti.
Dan ketika saya tanyakan pendapat beliau tentang keluarga kami, apakah kerumunan atau team, beliau menjawab, “Setengah-setengah”. Hehehe mungkin banyak yang heran ya, kenapa setengah-setengah? Tetapi, saya paham maksudnya. Dan saya setuju dengan beliau.
Keluarga kami memang tidak punya waktu yang tetap dan rutin untuk berkumpul, tetapi jika kebetulan sedang berkegiatan bersama, tetap guyub juga kok.
Keluarga kami memang tidak memiliki aturan yang tertulis mengenai peran masing-masing. Namun, ketika salah satunya tepar karena sakit, misalnya, dengan mudah anggota yang lain akan langsung menggantikan peran.
Jadi, dengan analogi di atas, mudah-mudahan bisa paham ya. Kualitas Tim Keluarga kita adalah sesuai nilai yang kita petang. Sama seperti jangan mengukur panjang kaki kita dengan sepatu orang lain, Kita pun kemungkinan akan kecewa jika menilai kualitas keluarga Kita dengan membandingkannya dengan keluarga lain.
Dengan membandingkan — meskipun dengan yang terbaik — akan membuat kita tidak mensyukuri keluarga sendiri dan menyesali takdir. Hal ini juga akan membuat kita tak bisa memahami poin penting yang dimiliki keluarga kita, yang bisa jadi tidak dimiliki keluarga lain.
Jadi, syukuri apapun bentuk keluarga Kita. Bahkan meskipun itu Tim setengah-setengah seperti keluarga saya. Sebab dengan begitu, Kita bisa tahu apa yang Harus Kita lakukan agar setengah-setengah ini, bisa menyempurna juga akhirnya.
Tetap semangat, ya …
Tags:
No Responses